Senin, 03 Januari 2011

Chapter 14 : Thank You My Parents, My Brother, My friends, Suzuna-chan, and Thank You, Hiruma-kun


Disclaimer : Eyeshield 21 is belong to Riichiro Inagaki and Yuusuke Murata
Warning :  OOC; Alternate Reality; Depressed!Mamori; Segala kata - kata kasar yang tersebar di cerita ini. Bahasa campur aduk ala author stress satu ini. Lagu yang sebenarnya iramanya rada nggak nyambung -authornya aja yang suka dan main masukin seenaknya- *plaked*

Disclaimer Song : Without Word by Park Shin Hye, Chizuru by the GazettE

-XXX-

Mamori sudah hampir berada di tepi paling pinggir dari atap gedung itu. Miki memandang gadis itu dengan tatapan tak percaya, sedangkan Maki menatapnya sebal. Apa yang akan dilakukan gadis itu? Bunuh dirikah? Atau sekedar menggertak mereka? Spekulasi - spekulasi mulai bermunculan di pikiran Miki. Ia takut kalau - kalau gadis bermata biru itu akan menjatuhkan diri dari atap sekolah itu.

"Apa yang akan kau lakukan disana?" tanya Miki takut.

"Aku akan melakukan jalan terakhir," jawab Mamori sambil tersenyum. Jalan terakhir?

"Jatuh dari sini...kah?" tebak Miki. Mamori hanya tersenyum menanggapi. Ia tahu, tebakan gadis itu benar. Ia memang bermaksud menjatuhkan diri dari tepi atap ini. "Hei! Jangan main - main! Kita bisa dituduh membunuhmu!" pekik Miki keras.

"Sudahlah, Miki, biar gadis ini melakukan apa yang ia lakukan. Biar ia MATI saja sekalian!!!" bentak Maki kemudian.

"Hei! Jangan ngaco! Kau mau kita dituduh karena membuat gadis jelek ini mati! Aku nggak peduli ia mau mati kek, mau apa kek, terserah!" bentak Miki.

"Bilang saja, kalau dia emang mau bunuh diri dan kita sudah berusaha mencegah dia tapi dianya nggak mau, mudah kan?" kata Maki memberi alasan sambil tersenyum sadis. Miki menatap sobatnya itu ragu. Sungguh, ini hanya main - main, agar gadis ini sedikit tahu diri. Bukan untuk membuat ajang bunuh diri begini!

"Maki-san memang pintar," puji Mamori sambil tersenyum. Gila! Gadis ini malah memuji orang yang berniat mau membuat dirinya bunuh diri! Sungguh, kemana otak dan akal sehat  gadis ini?!

"Yah, daripada keberadaanku disini membuat semua orang terluka, lebih baik aku menghilang saja kan?" ucap Mamori lagi. Melanturkah dia? Tidak! Raut wajah sedih gadis itu memperlihatkan bahwa ia tidak sedang bercanda atau malah melantur! Wajah itu membendung tangisnya yang mungkin akan pecah saat ia jatuh nanti.

Mamori lalu berdiri menghadap ke bawah, tepatnya di atas lapangan coklat di bawahnya. Ia lalu menghela nafas sambil menutup mata. 'Inilah jalan terakhirku,' batin Mamori. Ia lalu bersiap untuk jatuh! Kakinya sudah bersiap untuk jatuh. "Sayonara..." gumamnya. Dan....




"MAMO-CHAAN!!!!"

Suara teriakan yang memanggil namanya terdengar amat sangat kencang dan keras. Mamori dengan segera menarik kembali kakinya dan membuka matanya. Ia melihat ke bawah. Dua orang gadis dan dua orang pria tengah berdiri sambil terengah - engah. Yang gadis, satu berambut coklat panjang, yang satu berkacamata. Dan yang pria, yang satu berambut pirang dan yang satu berambut hitam.

"Ako-chan.. Sara-chan.. Kei-kun.. Jun-kun..." gumam Mamori menyebut nama mereka berempat.

"Mamo-chan! Apa yang mau kau lakukan?" pekik Ako dengan wajah khawatir.

"Kau mau bunuh diri ya?" duga Sara kemudian. Wajahnya kini benar - benar takut.

"Jangan kau lakukan itu, Mamori-san!" kata Kei berusaha mencegah tindakan Mamori.

"Kau tak kasihan dengan dirimu sendiri? Itu berdosa, Mamori-san," ucap Jun yang juga berusaha mencegah Mamori untuk bunuh diri.

Mamori masih terdiam. Ia tahu perkataan keempat sahabatnya itu benar. Tapi akal sehat dan hati Mamori sudah teracuni dengan berbagai fakta dan kejadian menyakitkan beberapa hari kemarin hingga membuat hati kecilnya kalah saing.

"Jangan..." gumam Mamori. "Jangan mencegahku..." gumamnya lagi. Kini buliran air bening mengalir di pipinya yang mulus membuat pipi dan bola mata birunya basahkarena air itu.

Tanpa sebuah kata, cinta muncul
Tanpa sebuah kata, cinta menghilang

"Ternyata apa yang kulakukan ini hanya membuat orang terluka!" bentak Mamori kemudian. Kini wajahnya sudah basah karena air mata tangisnya sudah pecah.

Seperti demam yang kupunya
Mungkin semua yang telah kulakukan

"Iya kan! Semua orang sudah kulukai! Kalian juga pasti terluka karena diriku kan?" kata Mamori semakin menjadi.

Melukai untuk sementara

"Dan tentu, aku tahu, akhirnya.." ucap Mamori tertahan.

Karena pada akhirnya..

"Bekas karena telah menjadi temanku hanyalah luka! Hanyalah luka yang kusebabkan! Dan itu sudah membekas di hati kalian!" sambung Mamori lantang. Kini tangisnya makin deras. Wajahnya parah karena air tangis.

Hal yang hanya membekas adalah luka

Keempat orang dibawah memandang gadis itu dengan raut wajah sedih. Mereka tak tahu apa yang akan mereka lakukan untuk mencegah gadis itu untuk bunuh diri.

"Mamo-chan," kata Ako tiba - tiba. Mereka sejenak menoleh ke Ako.

"Aku tahu, sejak dulu kau adalah orang yang periang, supel, suka membantu dan baik hati," tutur Ako kemudian. "Aku juga tahu, kau sempat dibenci dan membenci teman SMP-mu karena kekuranganmu," tutur Ako lagi, membuat Mamori tertegun, darimana gadis ini tahu hal itu?

"Da..darimana kau tahu itu, Ako-chan?" tanya Mamori kemudian.

"Tak perlu kau tahu itu, Mamo-chan, yang penting, sekarang HENTIKAN TINDAKAN GILAMU ITU!!! Kau ingin kami merasakan luka karena kehilanganmu?!!!" ucap Ako sambil menangis terisak. Ia juga tak dapat membendung air matanya. Ia benar - benar takut dan sedih sekarang. Ia takut kehilangan Mamori. Mamori memandang gadis itu sedih. Ia juga tak ingin sahabatnya terluka lagi.

"Kami menjauhimu karena kami diancam oleh Miki dan Maki," ucap Sara kemudian. Wajahnya memandang kesal terhadap Miki dan Maki yang kini tengah berdiri di antara Mamori. "Mereka mengancam akan membuat kami menerima teror sama seperti dirimu, tapi-"

"Apa? Kalian tidak ingin merasakannya kan? Kalian tak ingin merasa diteror seperti itu kan?" potong Mamori lagi. Kegilaan melanda akal sehatnya. "Ternyata kalian sama saja dengan teman SMP-ku! Tak ada bedanya!" teriak Mamori lagi.

"Stop, Mamori! Kami awalnya tak percaya mereka akan melakukan itu, tapi mereka benar - benar  melakukannya! Kami disiram oleh mereka hampir 3 hari berturut - turut dan itu tentu saja membuat kami masuk angin selama 2 hari, dimana giliran Kei dan Jun yang menjagamu, sementara Hiruma juga tak ada di sekolah!! Dan selama 2 hari itu pula, mereka dijahili oleh 2 gadis itu, Mamo!" bentak Sara kemudian. Tangisnya juga ikut pecah seperti dua gadis itu. Mamori tertegun mendengar itu.

'Jadi seperti itu ya, kronologis yang sebenarnya,' pikirnya dalam hati.

"Ehm, sudah selesaikah drama menggelikan dan tangis haru menjijikan ini?" kata Maki kemudian. Sepertinya ia muak jika harus melihat drama mirip sinetron itu. Wajahnya sinis melihat mereka.

"Hei, Sakuranomiya-san, Arisawa-san, Anezaki-san memang sudah tak betah hidup, jangan halangi ia untuk bebas melepaskan diri dari beban hidupnya," ucap Maki lagi. Ia tersenyum sinis pada Mamori.

"Nah, Anezaki-san, silahkan melanjutkan niatmu tadi, kau memang tak ingin mereka terluka karenamu kan?" kata Maki membuat akal sehat Mamori menjadi gila lagi. Racunnya sudah datang kembali. Gadis ini jadi mirip Keong Racun deh! #plak

Yah, akal sehat Mamori yang sudah tersadar sejenak, kini harus menutup matanya lagi. Teracuni oleh ucapan Maki yang memang menusuk itu. Mamori tertunduk. Ia sudah menyiapkan mental.

Ia tak peduli mau diracuni kek, direcoki kek atau apalah, ia akan tetap melaksanakan jalan terakhirnya itu. Tak peduli gadis licik di dekatnya mau berceloteh kayak burung beo atau kakaktua atau burung lain, mau menceramahinya kayak ustad dan ustadzah di masjid, mau menguliahinya kayak dosen di kampus atau guru di sekolah atau mau menggosipi teman - temannya kayak ibu - ibu tukang nggosip, ia sudah tak peduli.

Ia sudah memutuskan jalan itu.

"MAMO-CHAN!!!" suara yang amat sangat familiar terdengar di telinga Mamori. Mamori tertegun mendengar suara itu. Suara yang sudah sangat ia kenal sejak ia masih kecil. Suara yang mengasuhnya sejak kecil. Suara orang yang sangat ia sayangi. Bahkan orang itu mempunyai hari tersendiri yang baru saja diperingati oleh sang author pada tanggal 22 Desember #apaansihloe!gangguaja#

Mami Anezaki. Sang ibu.

Terlihat seorang wanita paruh baya berambut coklat kemerahan dengan mata biru sapphire. Di sampingnya, terlihat seorang lelaki paruh baya pula dengan rambut hitam dan mata hitam onyx.

"Tou-san? Kaa-san?" kata Mamori menyebut kedua orang itu. Raut wajah mereka terlihat sedih melihat putrinya tercinta mau bunuh diri.

"Mamori-neechan..." ucap seorang pemuda berambut coklat hazel dengan mata yang juga coklat hazelnut.

"Mamo-nee.." ucap seorang gadis berambut dark blue disamping pemuda tadi. Mata ungu violetnya hampir mau menangis melihat gadis yang sudah ia anggap kakaknya itu.

"Sena, Suzuna-chan..." kata Mamori menyebut nama kedua orang itu. Mata biru sapphire itu mau menangis lagi saat ia melihat kedua orangtuanya dan adiknya serta adik iparnya, Suzuna, yang sudah ia anggap adik ipar nya sendiri. "Kalian semua..."

"Mamo-chan, kenapa kamu mau bunuh diri begitu?" tanya ibunya lembut dengan nada khawatir. Mamori menatap kedua orangtuanya dengan sedih. Bagaimanapun juga ini menyangkut hidup dan mati, bukan main - main. Dan mana ada orangtua yang mau anaknya bunuh diri? Dan juga Mamori sedih, Tou-sannya, yang sebenarnya bekerja sebagai pilot harus pulang demi dirinya yang mau bunuh diri itu.

"Mamo-chan udah nggak berguna di dunia ini, Kaa-san, Tou-san," ucap Mamori lagi. "Mamo selalu ngerepotin kalian, Mamo nggak pernah bisa sempurna di mata kalian, Mamo juga bukan kakak yang baik buat Sena," ucap Mamori lagi.

"Mamori-neechan..." desah Sena kemudian. Mata coklatnya menatap gadis itu sedih.

"Mamo-nee! Jangan kau lakukan tindakan berdosa itu!" pekik Suzuna kemudian. Ungu violet itu kini telah basah oleh air hangat. "Mamo-nee, kakak yang baik dan lucu!" katanya lagi dengan sedikit terisak. Kini ia tak bisa membendung aliran air itu. Pecah sudah.

"Bagi Sena, Mamori-neechan adalah kakak yang paling baik," ucap Sena tiba - tiba. Tangisan Suzuna berhenti sejenak. Ia lalu menatap lelaki berambut spike coklat itu.

"Mamori-neechan sangat berguna, jangan bilang tidak, Mamori-neechan! Aku sangat tertolong oleh Mamori-neechan, karena Mamori-neechan telah mengajariku pelajaran yang tak kumengerti, Mamori-neechan dulu -hingga sekarang- suka membantuku dari para orang yang mau mem-bully ku, Mamori-neechan selalu merawatku kalau aku terluka di sekolah dulu, Mamori-neechan selalu menjadi kakak yang hebat dan baik," kata Sena yang justru membuat author sendiri ingin punya kakak kayak gitu. #gadayangnanyacurcolelo

"Jadi Mamori-neechan, jangan bunuh diri ya," mohon Sena sambil tersenyum sedikit. Suzuna melirik ke arah Sena sambil menyimpan senyum. Mamori malah semakin ingin menangis mendengar semua penuturan adiknya itu. Sebenarnya ia juga tak ingin seperti itu.

"Iya, Mamo-chan, jangan bunuh diri, kami menyayangimu nak," ucap ayahnya sambil tersenyum.

"Iya, Mamo-chan.." kata ibunya sambil menangis tertahan. Mamori tak kuat melihat ibunya menangis seperti itu. Otaknya kini mulai teracuni lagi. Ia tetap tak akan mundur dari jalan yang dipilihnya.

"Gomen ne, Tou-san, Kaa-san, Sena-kun dan Suzuna-chan, tapi ini sudah bulat. Aku tak bisa mundur." ucap Mamori dengan datar.

"Ne, arigatou minna-san, sayona-"



"CEWEK SIALAN!!!"



Mamori terkejut mendengar itu. Ia menarik kembali kaki yang sudah melayang tadi. Biru sapphire itu membulat mendengar panggilan itu. Tubuhnya sedikit bergetar melihat siapa yang memanggilnya tadi. Semua yang berada di sana juga menoleh kepada siapa pemanggil laknat itu. Mata violet Suzuna berbinar sejenak menyadari siapa gerangan orang yang berteriak seperti itu. Sedangkan yang lain malah bergidik ngeri melihat sosok itu.

Seorang pria berambut spike pirang dengan telinga elf, dengan seragam SMA Deimon, bola matanya yang berwarna hijau memandang gadis berambut coklat kemerahan itu datar, dan yang paling mengherankan, ia tak menenteng senjata seperti biasa.

"Hiruma-kun..." gumam gadis itu menyebutkan nama sang pemanggil itu.

"YA~ You-nii! Untung kau belum terlambat!" pekik Suzuna kemudian sambil tersenyum senang.

"Keh, tentu aku takkan terlambat, Cheer sialan," jawab Hiruma kemudian. Ia lalu berhenti di samping agak depan dari Sena dan yang lain. "Hei, cewek sialan! Kau mau bunuh diri ya? Kau mau masuk neraka sialan?" kata Hiruma kemudian. Mamori menatap lelaki itu sedih, ia senang Hiruma datang sebelum ia mati, setidaknya untuk berterimakasih karena telah membuat dirinya mempunyai teman banyak lagi.

"Kalau iya kenapa, Hiruma-kun? Kau mau mencegahku?" tanya Mamori sambil tersenyum sarkastik.

"Tidak. Silakan kau mati saja." jawab Hiruma pendek tapi tetap dengan wajah datar. Tak dihiraukannya pandangan death glare dari belakangnya. Poker face masih setia di wajahnya. Mamori mendengar itu dengan sedikit bergetar. Di hatinya, ia berpikir kalau lelaki itu bohong tapi otaknya mengalahkan segalanya. Mamori tak dapat bicara lagi. Kata - katanya semua tertahan di kerongkongan.

Warna putih yang kabur bergetar
Ku sepertinya telah kehilangan kata - kata

"Kau... Iya, ya, kenapa aku sampai berpikir kau mau mencegahku, bodohnya," ucap Mamori tersenyum pahit. Air matanya mengalir lagi. Entah, ada sesuatu hal yang harus membuatnya menangis lagi.

Akan kemanakah air mataku terluap?

"Kau adalah cewek sialan paling sialan yang pernah kutemui," ucap Hiruma kemudian.

"Hiruma-kun, untuk terakhir saja, panggillah aku 'Mamori'! Jangan cewek sialan," ucap Mamori dengan sedikit memaksa.

Panggillah namaku

"Kau selalu saja memanggilku begitu, tapi sebelumnya aku mau berterima kasih, kau adalah orang pertama yang mau menyapaku di sekolah ini," kata Mamori sambil tersenyum. "Kau tak takut padaku,"

"Keh, mana ada setan yang takut dengan hantu, cewek aneh," kekeh Hiruma sambil menyeringai tipis.

"Kau sudah 'membantuku' mendapat teman, kau sudah membantuku untuk menjadi populer, aku... Aku sangat berterima kasih padamu, Hiruma-kun," ucap Mamori sambil menangis lagi.

"Tapi sekarang... Sekarang semua membenciku, aku merasa hampa," ucap Mamori sedikit meracau."Sekarang aku takut, takut jika semua akan memusuhiku saat populer, aku takut kehilangan teman - teman yang berharga! Aku takut! Dan aku tak mau kehilangan mereka lagi!" pekik Mamori lagi.

Pegang aku saat aku patah
Aku takut kehilangan segalanya lagi


Hiruma terdiam mendengar itu. Ia hadir kesini agar cewek itu tidak benar - benar melaksanakan niatnya. Agar cewek itu berargumen lama dengannya hingga si cewek sebal dan mengurungkan niatnya jika ia sindir terus. Tapi kini ia malah terdiam. Kata - katanya telah habis. Harapan yang ia bawa kesana musnah sudah. Harapan terbesarnya. Harapan agar  si cewek tak jadi bunuh diri. Tapi tingkahnya yang dingin menutupi itu semua.

Seribu burung - burung kecil
Menjaga untuk menutupi harapanmu

"Arigatou minna, kalian sudah mewarnai hidupku selama ini," kata Mamori melanjutkan. "Ako-chan, Sara-chan, arigatou sudah menjadi temanku yang pertama di sekolah ini, Jun, Kei, jaga mereka berdua! Jangan buat nangis gara - gara ada yang lain!" pinta Mamori sambil tersenyum dan memandang keempat orang itu.

"Mamo-chan!" teriak Ako dan Sara.

"Sena-kun, jangan jadi anak lemah lagi! Kamu laki - laki! Jaga Kaa-san dan juga Suzuna-chan! Kalau kamu mau, kamu pasti bisa! Asal kau coba dulu," ucap Mamori lagi. "Suzuna-chan, titip adikku ya," kata Mamori sambil tersenyum lagi.

"Mamori-neechan.."
"Mamo-nee.."

"Tou-san, Kaa-san, gomen ne, Mamo nggak bisa menjadi anak yang kalian harapkan dan banggakan, terutama buat Kaa-san, gomenasai," ujar Mamori lagi. Kini dengan ekspresi sedih.

"Mamo-chan..." gumam ibunya.

"Maki-san, Miki-san, gomen ne, sudah membuat kalian kesal. Sekarang aku akan pergi kok," kata Mamori lagi sambil menoleh ke belakang.

"Dan untuk Hiruma-kun.." kata gadis itu tersendat. Hiruma tetap tak berekspresi apapun, meski ia sadar waktunya tidak banyak.

"Arigatou! Arigatou gozaimasu buat segalanya!" kata Mamori yang kini tersenyum lebar. "Kau sudah membuat perubahan banyak di hidup SMA ku, arigatou!" kata Mamori lagi. Hiruma masih diam. Ia tak tahu harus berekspresi apa. Senyum tulus gadis itu tak bisa ia kembalikan. Senyum dan tawa gadis itu tak bisa kembali lagi seperti sebelumnya. Ia takkan melihat senyum itu lagi?

Tanpa mengembalikan bahkan sebuah senyum

Mamori menghirup nafas panjang, mungkin pikirnya untuk yang terakhir kali. Kenangan - kenangannya saat berada di sekolah itu terputar kembali. Saat ia masuk dan ditakuti oleh guru, dikatakan kasar untuk pertama kalinya oleh Hiruma, ditakuti semua murid, bertemu Ako dan Sara, bertemu Suzuna yang langsung digodanya habis - habisan, kerja kelompok, latihan melempar bola bersama Hiruma, bermain drama dengan yang lain, diselamatkan Hiruma saat ia hampir jatuh, dipotong poninya oleh Hiruma, hampir dicium Hiruma, pensi bersama kedua sahabatnya dan juga tertidur di atap bersama Hiruma, menjadi populer di sekolah, diselamatkan Hiruma lagi dari acara terpeleset, diselamatkan lagi oleh Hiruma saat ia disiram dari atas, tunggu! Kenapa kenangan tentang Hiruma begitu banyak?

Kenangan terakhirku sedang menghitung desah nafasku

Mungkin kenangan terakhirnya adalah hari ini, saat ia mau bunuh diri. Disaksikan oleh semua penjuru sekolah. Pagi hari sebelum pelajaran dimulai. "Ne, sayonara minna-san!" kata Mamori sambil melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana tak ada apapun di bawahnya. Tubuhnya langsung jatuh segera.

"MAMORI-CHAN!!!"

"MAMO-CHAN!!"

"MAMORI-NEECHAN!!!"

"MAMO-NEE!!!"

Pagi aku kehilangan segalanya

"CEWEK SIALAN!!!"

Aku mendengar suaramu

"MAMORIIIIIII!!!!"

Suara pekikan itu membuat mata biru sapphire Mamori membuka setelah sebelumnya ia menutup erat matanya. Ia tak tahu siapa pemanggil namanya tadi. Kini tubuhnya hampir mencapai tanah dan......

Aku mendengar suaramu....

Drama percobaan bunuh diri inipun ditutup dengan beberapa noda merah nan pekat tercecer di atas tanah.

To Be Continued

Author's Note :

Ya~ update setelah writer's block menyerang saya!!
Fuu... Mungkin di chapie ini ada beberapa kata yang nggak nyambung dan beberapa lirik lagu (yang bold n italic) yang nggak nyambung, tapi entah kenapa saya nekat mau masukin #plak!

Apalagi kalau anda mendengar irama potongan lagu itu, kagak nyambung ma suasananya #plakagain!

Yah, ini lagunya Park Shin Hye yang Without Words dan the GazettE yang Chizuru. Entah lagu slow itu malah tak campur dengan lagu rock gitu! Gara - gara saya kena Gazerock Fever mendadak. Habis nulis semua fic denger lagu - lagunya sih, jadi kena deh #bletak!

Oh ya, by the way, lirik yang “Aku mendengar suaramu” dan “Pagi aku kehilangan segalanya” itu sebenarnya terbalik, tapi saya sengaja membaliknya agar lebih pas dan ‘ngena’ #apanya?

Yak, daripada curcol gaje, saya pamit dulu, jumpa lagi dengan chapter depan! Ehehe^^

Sign,

Hikari.

Share:

0 comments:

Posting Komentar